Jumat, 29 Mei 2015

PERAWATAN RUTIN KERIS

PERAWATAN RUTIN UNTUK KERIS
yang perlu dilakukan sendiri
===========================
Keris atau tosan aji perlu dirawat sewajarnya. ada saat2 kita sambil memegangnya mengamatinya menikmati keindahan karya seni tersebut atau sambil menghayati makna2 dan nasehat yg menyertainya. mengenalinya lebih dekat dengan melihat detail urat2 logamnya, lipatan2nya dan juga retak2 yang terjadi pada wilah. juga meneliti kalau2 ada karat atau kotoran yang muncul. tak ada pakem aturan seberapa sering kita harus memegang atau meminyaki pusaka. tujuan meminyaki pusaka adalah mencegah karat, 2 atau 3 bulan sekali diminyaki juga cukup. kebanyakan saudara2 kita para penyandang keris melakukannya dipaskan malam Anggara Kasih (malam Selasa-Kliwon), untuk menghormati weton kelahiran Panembahan Senopati pendiri Mataram.
mewarangi cukup dilakukan 3 sampai 5 tahun sekali atau kalau kita menginginkannya misalnya kalau corak pamornya sudah buram, lebih jarang atau lebih sering tak jadi soal, mewarangi sebenarnya juga sebuah perlakuan untuk menghambat dan mencegah korosi selain untuk menampilkan keindahan corak pamornya, mungkin lain waktu kita bahas.
yang perlu disiapkan dalam perawatan keris :
—————————————————–
MINYAK PUSAKA – bisa dibeli dari para kolekdol atau di toko Tosan Aji, kalau di Jakarta bisa dicari di pasar Tosan Aji Rawabelong depan stasiun Jatinegara. jika ingin membuatnya sendiri yg paling sederhana bisa dicampur bibit minyak wangi dengan minyak mesin jahit SINGER, atau VIRGIN OIL sesuai selera dengan perbandingan kira2 1:7 hingga 1:10 dengan 1 bagian untuk bibit minyak wanginya. sebagai referensi wewangian yg sering dijadikan Minyak Pusaka adalah aroma Melati Kraton, Cendana Kraton, Cendana Timtim, Kenanga, Sedap Malam yg lain juga bisa dicoba. bibit minyak murni tanpa campuran atau terlalu banyak minyak wangi tidak disarankan untuk dipakai langsung ke wilah karena malah bisa menimbulkan karat. minyak jafaron tidak dianjurkan untuk keperluan ini, karena sebenarnya jafaron bukan termasuk wewangian namun tinta yg biasa dipakai untuk menulis rajah, bahan jafaron bisa melunturkan pamor.
KARET PENGHAPUS – sebaiknya warna hitam atau abu2 sesuai warna dasar wilah. untuk membersihkan karat yg muncul dari sela2 lipatan atau retakan logam. dilakukan saat wilah dlm keadaan kering.
KUAS – untuk menyapukan minyak pusaka, jika tidak bisa juga dengan dua jari jari telunjuk dan jari tengah langsung ke wilah. pilih kuas yg lebarnya kira2 selebar dua jari, yang bagus konon dari bulu ekor kuda. kuas yg baik tidak mudah lepas bulunya.
SIKAT – sikat gigi dengan bulu yg lembut untuk membersihkan kotoran yang lekat menempel. demikian juga sikat yg baik tidak mudah lepas bulunya.
KAIN LAP – atau Tissue yang bersifat menyerap minyak.
KERTAS – kertas koran atau lembaran yg bersifat menyerap minyak.
Langkah2
———–
>>>jika saat dikeluarkan dari warangka wilah dalam keadaan kering kita amati apakah ada kotoran menutupi corak wilah. jika ada kotoran biasanya berwarna agak coklat dan menutupi corak pamor sehingga mengurangi keindahan. gunakan karet penghapus untuk menggosok bagian yang tertutup kotoran coklat sampai bersih lalu gunakan sikat gigi untuk menyingkirkan sisa2 karet yg ada di wilah. periksa lagi apakah wilah sudah bersih dari kotoran2, jika perlu ulangi lagi dibersihkan dengan karet penghapus.
>>>jika dalam keadaan masih basah oleh minyak seka dulu minyaknya dengan kain Lap atau tissue, tapi sedapat mungkin jangan diusap atau digosokkan cukup ditekan tekan saja. hingga kering lalu bisa dilanjutkan dengan karet penghapus. jika diusap atau digosok bisa terjadi serpihan2 kain atau tissue menyangkut di wilah dan menambah kotor. jika ada yg sukar dibersihkan gunakan sikat gigi dan karet penghapus.
>>>jika sudah bersih bisa dilanjutkan dengan meminyaki. celupkan kuas ke minyak pusaka tak perlu terlalu banyak lalu tiriskan sebentar agar tak terlalu banyak minyak yg terbawa di kuas. lalu sapukan dengan lembut pelan2 mulai dari dasar ganja, lalu ganja, sorsoran lalu mengarah ke atas menuju pucukan wilah. bisa juga dengan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) dimulai dengan mencelupkan jari ke minyak pusaka atau membasahi bagian yg tak berkuku dengan minyak pusaka. lalu usapkan dimulai dari dasar ganja, ganja lalu sorsoran diteruskan menuju pucukan wilah.
>>>setelah diminyaki disandarkan atau diposisikan berdiri dengan pucukan wilah berada di bawah. jika agak terlalu basah minyak akan mengalir perlahan ke bawah dan jatuh melalui pucukan. ada juga yg sengaja meminyaki agak berlebihan dengan tujuan kalau ada karat2 yg muncul dari sela2 lipatan atau retakan wilah akan terbawa mengalir keluar. dengan posisi diberdirikan, bisa disandarkan ke tembok atau dibuatkan sandaran khusus, di bawah tempat kita meletakkan dilambari kertas koran, kain atau lembaran yg menyerap minyak biar tidak mengotori lantai atau meja. di tahap ini ada yg dibarengi dengan menyalakan dupa atau membakar kemenyan tak jauh dari tempat keris dengan tujuan aroma wanginya masuk ke wilah. ada juga yg khusus memposisikan wilah agar terkena asap dengan tujuan yg sama. saya pernah mencoba tapi malah wilah jadi kotor terkena asap dupa, mungkin jarak dan posisinya perlu diatur, tidak berada tepat diatas bara dupa dan jaraknya cukup jauh paling sedikit kira2 sejengkal. jika minyak sudah sepenuhnya menetes kira2 setelah 30 menit atau lebih bisa dikembalikan kedalam warangka lagi. sebelum memasukkan kembali ke warangka sebaiknya dipastikan tidak ada sisa minyak yg bisa menetes, karena tetesan minyak bisa merusak warna kayu asli warangka.
(STJ)
gambar : acara jamasan pusaka di kraton
Jurik_Stepp

SIMBANG

SIMBANG

Dimalam jum’t yang mubarok ini penulis akhirnya mendapatkan ilham untuk membuat mengulas dan mengulik akan apa itu SIMBANG, sebenarnya penulis sudahlama ingin mempostingkan akan artikel ini tapi karna blm ada ilham yang turun jadinya tdak sempat sempat mempostingkannya, hehhe,,, artikel akan SIMBANG amatlah sulit ditemukan di dumay ini, bahkan mbah google saja menyerah karna memang SIMBANG sangatlah langka dan jarang ada orang yang mempunyainya.
Oiya bagi para orang awam paasti masih bingung akan apaitu SIMBANG, termasuk pamor atau dhapur :D . SIMBANG bukanlah sebuah  dhapur seperti persepsi d masyarakat, melainkan sebuah pamor dari suatu keris/dhuwung.
Pamor SIMBANG hampir sama dengan pamor munggul: pamor yang mencuat keluar (menonjol), akan tetapi pamor SIMBANG terletak di bagian bawah(daerah gandik maupun kembang kacang).
Pamor Simbang memiliki nilai yang lebih dibandingkan pamor munggul, sehingga maharnya(maskawin) pun lebih tinggi.
Keris berpamor SIMBANG maupun pamor munggul diyakini terbuat dari bahan pamor batu meteor yang memiliki kandungan titanium yang tinggi. Semakin tua keris yang memiliki pamor ini, maka semakin besar pula benjolan yg terbentuk. Sebenarnya dalam awal pembuatan keris tidak memiliki tonjolan ini, akan tetapi karna smkin tuanya keris,maka  kandungan mineral titanium dari meteor menggumpal mebentuk otnjolan, sehingga bagian yang menonjol amatlah keras karna terbuat dari titanium bermutu super.

SIMBANG sendiri memiliki beberapa jenis antara lain “Simbang Kurung, Simbang Patawe, dan Simbang Raja”.

Dan tak perlu berlama-lama lagi, penulis akan memaparkan tiap-tiap jenis SIMBANG, dan seperti apa penampakannya,,, hhhehe,,, :D

1.      Simbang Kurung
Simbang Kurung adalah sebuah pamor yang bentuknya menyerupai garis melintang yang berada di gandik maupun kembang kacang (bagian ricikan keris yang menyerupai bunga kacang/ belalai gajah terletak di sorsoran atas ganja) (baik di  keris maupun di tombak).
Simbang Kurung dipercayai mempunyai tuah untuk memperlancar rezeki, dikasihi orang banyak (mahabah umum), dan terhindar dari marabahaya maupun petaka (bisa igunakan sebagai wasilah keselamatan/gegaman penjaga).
Simbang Kurung "Ensiklopedia Keris"


2.      Simbang Patawe
Simbang Patawe hamper sama dengan SImbang Kurung akan tetapi pamornya bukan satu garis melintang, melainkan dua garis melintang dan penempatannya juga berada pada pada gandik maupun kembang kacang.
Tuah dari Simbang Ptawe dipercayai dapat membuat sipemilik slalu d cintai lawan jenis, digandrungi lawan jenis, dan dihormati.
Simbang Patawe "Ensiklopedia Keris"



3.      Simbang Raja
Simbang Raja hampir sama dengan simbang-simbang lainnya, akan tetapi Simbang Raja memiliki 3 garis melintang pada gandik ataupun kembang kacangnya.
Seperti namanya Simbang Raja dipercayai memiliki tuah untuk menaikkan pamor seseorang, kewibawaan, derajat, dan disukai lawan kawan maupun atasan (Bak seorang Raja).
Simbang Raja "Ensiklopedia Keris"


            Pamor SIMBANG bukanlah pamor pemilih, jadi aman dipakai untuk siapa saja asalkan dirawat dengan benar seperti pakem perawatan pusaka lainnya. Keris berpamor SIMBANG biasanya dihias dengan kinatah emas dan untuk tuah hampir sama semuanya yaitu untuk mahabah,kewibawaan, dan keselamatan.
            Mungkin cukup sekian dulu ulasan yang penulis buat, jikalau ada kritik saran maupun tambahan akan artikel ini silahkan hubungi penulis.
           
Ref: 
Ø   Ensiklopedia Keris oleh Bpk. Bambang Harsrinuksmo
Ø  http://rudikerisjowo.blogspot.in/2014/06/jenis-jenis-pamor.html
Ø  Sahabat-sahabat pecinta TOSAN AJI



Salam Budaya, Salam Tosan Aji
(Among Raga Jalak Sungsang)

Selasa, 14 April 2015

Watak Kegaipan Keris Pada Penyandang


Di petik dari buku ” DAYA GAIB KERIS PUSAKA” oleh S. LUMINTU th. 1996 – Yogyakarta.
Melihat sifat Keris bisa kita ketahui ari rancang bangun bilahnya. Dalam buku ‘SERAT PANITI KADGA’ terbitan tahun 1929 terdapat 4 cara untuk melihat sifat Keris berdasarkan panjang & lebar bilah, menurut ajaran Sunan Bonang sebagaimana di tuturkan kepada Mpu Suro.
A. CARA PERTAMA
Tentukan lebar wilah pada titik 2/3 panjang keris (tidak termasuk pesi). Dari lebar inilah kita hitung panjang wiilah mulai gonjo sampai ujung. Jumlah hitungan kita bagi 8, sisa berapa.
Jika tersisa :
1. NAGA RETNA SAMPURNA, berwatak baik untuk pembesar, jika digunakan untuk berperang selamat.
2. SURO CONDRO RETNO, berwatak baik. Cocok untuk petani dan pedagang.
3. JATI KUMBA MAHA LABA, berwatak baik. Cocok untuk orang yang mengabdi.
4. RANGGA JANUR, berwatak jelek. Jika digunakan untuk mengabdi akan mendapat gangguan, jika di simpan di dalam rumah PANAS dan menghalau kebaikan.
5. ARJUNA SURAPATI, berwatak baik. membawa kewibawaan, banyak mendapat keluhuran dan rizky.
6 . BIMA SAWER, berwatak sangat jelek. ringan tangan dan tidak dapat di andalkan. Sering menemui halangan dan boros rejekinya.
7. DHESTIRA MADIYEM artinya RATU PINANDHITA (Rajanya para Pendeta) bwerwatak sangat baik, banyak keberuntungannya.
8. SADEWA BINSNDON, berwatak jelek. melarat sering sakit. Keluarga sering kena perkara, untuk berdagang mandatangkan kerugian.

B. CARA KEDUA
Tentukan lebar wilah pada titik pertengahan pajang keris(tidak termasuk pesi). Dari lebar tersebut kita hitung panjang wilah dari gonjo sampai ujung. Jumlah hitungan di bagi 8, sisa berapa.
jika tersisa :
1. SRI RETNAKUMALA, wataknya mempermudah jalanya harta benda.
2. JATI TAKIR, wataknya memperkaya perhitungan.
3. BIMA RAJEK WESI, watakmya kokoh, kuat & Sentosa.
4. KUDA MICARA, wataknya senang berperkara.
5. SATRIYA LEDHANG, wataknya senang keluyuran & bermain – main.
6. REJUNA RANGSANG, wataknya brangasan & gampang marah.
7. SRI NATA JURIT, Wataknya suka bertengkar.
8. MAKAN TUAN, wataknya sering melukai pemiliknya.

C. CARA KETIGA
Disebutkan dalam serat Cehthini jilid I pupuh 25, bahwa pedoman untuk membuat keris dimulai dengan mengukur panjang GONJO, kemudian bilah keris di ukur berapa kali panjang gonjo.
Pengukuran dimulai dari pangkal bilah (tidak termasuk pesi) sampai ujung bilah, dengan hitungan : CAKRA – GUNDHALA – GUNUNG – GUNTUR – SEGARA – MADU
hitungan yang baik jika jatuh pada Gunung, Segara, Madu.
Jika pengukuranya di balik dari ujung ke pangkal bilah, yang terbaik jatuh pada Gunung.
D. CARA KE EMPAT
mengukur bilah dengan JEMPOL IBU JARI, dengan hitungan :
UMBAK – AMBA KARANA – SAMBER NYAWA – SRI LUNGO. atau
GEDHONG – BRAMA – KALA – PITENAH.
Yang baik jatuh pada hitungan Umbak / Gedhong.

“Ksatria Bradja Muksti”

Cara Menyimpan Keris



oleh Putra Bunda dan Alexander R Mudrig
   Seringkali di jumpai, karena sangat sayang dan rasa ingin menghargai benda pusaka atau keris misalnya. Rasanya banyak juga orang-orang yang terlalu berlebihan dalam hal penyimpanan benda pusaka.
   Tidak lah sedikit di antara kita yang menyimpan keris atau pusaka menjadi satu bersama-sama dengan pakaian di dalam lemari. Malahan terkadang tempat tersebut dengan sengaja di beri dengan bunga-bunga dengan maksud agar timbul aroma wangi.
   Dan menurut penulis, cara seperti ini sabenarnya tidaklah baik jika di lakukan. Mengingat bunga yang di tebarkan di dalam lemari tersebut dalam kurun waktu satu atau dua hari akan segera layu dan rusak atau busuk, Dan kemungkinan besar akan menimbulkan aroma yang tidak di inginkan, apalagi lemari pakaian biasanya adalah tempat yang selalu dalam kondisi tertutup, sehingga hawa lembab dalam almari akan mempercepat proses pembusukan dari bunga-bunga tersebut.
   Maka sebaiknya Keris atau Pusaka di simpan dalam suatu tempat tersendiri, dan sebisa mungkin tempat penyimpanan tersebut terbuka atau lebih sering di buka . Dan jika keris terpaksa harus di simpan dalam lemari pakaian, mungkin ada baiknya keris-keris tersebut harus lebih sering di keluarkan dan lemari juga harus sering-sering di buka dan seyogyanya :

 1. Keris yang di dalam warangka hendaklah tidak di taruh begitu saja namun baiknya di buatkan selongsong ( wadah ) dari kain, yang mana di usahakan sebisa mungkin dapat menutupi seluruh bagian keris.

 2. Selama dalam selongsong tersebut ada baiknya jika keris tidak diberikan hiasan berupa untaian bunga, yang biasa di kalungkan di sekitar mendak. Sebab hawa sari bunga tersebut bila menguap, dapat tersedot masuk melalui celah-celah warangka , dan kemudian menempel pada bilah keris. Hal ini akan dapat merugikan, sebab zat-zat yang terkandung dalam uap bunga tersebut dapat menyebabkan proses perusakan pada bilah keris.

Di sadur dari buku pengetahuan tentang keris, oleh : KOESN
Sumber:: ADOPSI KERIS (grup facebook)

Perawatan Rutin Keris


PERAWATAN RUTIN UNTUK KERIS
yang perlu dilakukan sendiri
===========================
Keris atau tosan aji perlu dirawat sewajarnya. ada saat2 kita sambil memegangnya mengamatinya menikmati keindahan karya seni tersebut atau sambil menghayati makna2 dan nasehat yg menyertainya. mengenalinya lebih dekat dengan melihat detail urat2 logamnya, lipatan2nya dan juga retak2 yang terjadi pada wilah. juga meneliti kalau2 ada karat atau kotoran yang muncul. tak ada pakem aturan seberapa sering kita harus memegang atau meminyaki pusaka. tujuan meminyaki pusaka adalah mencegah karat, 2 atau 3 bulan sekali diminyaki juga cukup. kebanyakan saudara2 kita para penyandang keris melakukannya dipaskan malam Anggara Kasih (malam Selasa-Kliwon), untuk menghormati weton kelahiran Panembahan Senopati pendiri Mataram.
mewarangi cukup dilakukan 3 sampai 5 tahun sekali atau kalau kita menginginkannya misalnya kalau corak pamornya sudah buram, lebih jarang atau lebih sering tak jadi soal, mewarangi sebenarnya juga sebuah perlakuan untuk menghambat dan mencegah korosi selain untuk menampilkan keindahan corak pamornya, mungkin lain waktu kita bahas.
yang perlu disiapkan dalam perawatan keris :
—————————————————–
MINYAK PUSAKA – bisa dibeli dari para kolekdol atau di toko Tosan Aji, kalau di Jakarta bisa dicari di pasar Tosan Aji Rawabelong depan stasiun Jatinegara. jika ingin membuatnya sendiri yg paling sederhana bisa dicampur bibit minyak wangi dengan minyak mesin jahit SINGER, atau VIRGIN OIL sesuai selera dengan perbandingan kira2 1:7 hingga 1:10 dengan 1 bagian untuk bibit minyak wanginya. sebagai referensi wewangian yg sering dijadikan Minyak Pusaka adalah aroma Melati Kraton, Cendana Kraton, Cendana Timtim, Kenanga, Sedap Malam yg lain juga bisa dicoba. bibit minyak murni tanpa campuran atau terlalu banyak minyak wangi tidak disarankan untuk dipakai langsung ke wilah karena malah bisa menimbulkan karat. minyak jafaron tidak dianjurkan untuk keperluan ini, karena sebenarnya jafaron bukan termasuk wewangian namun tinta yg biasa dipakai untuk menulis rajah, bahan jafaron bisa melunturkan pamor.
KARET PENGHAPUS – sebaiknya warna hitam atau abu2 sesuai warna dasar wilah. untuk membersihkan karat yg muncul dari sela2 lipatan atau retakan logam. dilakukan saat wilah dlm keadaan kering.
KUAS – untuk menyapukan minyak pusaka, jika tidak bisa juga dengan dua jari jari telunjuk dan jari tengah langsung ke wilah. pilih kuas yg lebarnya kira2 selebar dua jari, yang bagus konon dari bulu ekor kuda. kuas yg baik tidak mudah lepas bulunya.
SIKAT – sikat gigi dengan bulu yg lembut untuk membersihkan kotoran yang lekat menempel. demikian juga sikat yg baik tidak mudah lepas bulunya.
KAIN LAP – atau Tissue yang bersifat menyerap minyak.
KERTAS – kertas koran atau lembaran yg bersifat menyerap minyak.
Langkah2
———–
>>>jika saat dikeluarkan dari warangka wilah dalam keadaan kering kita amati apakah ada kotoran menutupi corak wilah. jika ada kotoran biasanya berwarna agak coklat dan menutupi corak pamor sehingga mengurangi keindahan. gunakan karet penghapus untuk menggosok bagian yang tertutup kotoran coklat sampai bersih lalu gunakan sikat gigi untuk menyingkirkan sisa2 karet yg ada di wilah. periksa lagi apakah wilah sudah bersih dari kotoran2, jika perlu ulangi lagi dibersihkan dengan karet penghapus.
>>>jika dalam keadaan masih basah oleh minyak seka dulu minyaknya dengan kain Lap atau tissue, tapi sedapat mungkin jangan diusap atau digosokkan cukup ditekan tekan saja. hingga kering lalu bisa dilanjutkan dengan karet penghapus. jika diusap atau digosok bisa terjadi serpihan2 kain atau tissue menyangkut di wilah dan menambah kotor. jika ada yg sukar dibersihkan gunakan sikat gigi dan karet penghapus.
>>>jika sudah bersih bisa dilanjutkan dengan meminyaki. celupkan kuas ke minyak pusaka tak perlu terlalu banyak lalu tiriskan sebentar agar tak terlalu banyak minyak yg terbawa di kuas. lalu sapukan dengan lembut pelan2 mulai dari dasar ganja, lalu ganja, sorsoran lalu mengarah ke atas menuju pucukan wilah. bisa juga dengan dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) dimulai dengan mencelupkan jari ke minyak pusaka atau membasahi bagian yg tak berkuku dengan minyak pusaka. lalu usapkan dimulai dari dasar ganja, ganja lalu sorsoran diteruskan menuju pucukan wilah.
>>>setelah diminyaki disandarkan atau diposisikan berdiri dengan pucukan wilah berada di bawah. jika agak terlalu basah minyak akan mengalir perlahan ke bawah dan jatuh melalui pucukan. ada juga yg sengaja meminyaki agak berlebihan dengan tujuan kalau ada karat2 yg muncul dari sela2 lipatan atau retakan wilah akan terbawa mengalir keluar. dengan posisi diberdirikan, bisa disandarkan ke tembok atau dibuatkan sandaran khusus, di bawah tempat kita meletakkan dilambari kertas koran, kain atau lembaran yg menyerap minyak biar tidak mengotori lantai atau meja. di tahap ini ada yg dibarengi dengan menyalakan dupa atau membakar kemenyan tak jauh dari tempat keris dengan tujuan aroma wanginya masuk ke wilah. ada juga yg khusus memposisikan wilah agar terkena asap dengan tujuan yg sama. saya pernah mencoba tapi malah wilah jadi kotor terkena asap dupa, mungkin jarak dan posisinya perlu diatur, tidak berada tepat diatas bara dupa dan jaraknya cukup jauh paling sedikit kira2 sejengkal. jika minyak sudah sepenuhnya menetes kira2 setelah 30 menit atau lebih bisa dikembalikan kedalam warangka lagi. sebelum memasukkan kembali ke warangka sebaiknya dipastikan tidak ada sisa minyak yg bisa menetes, karena tetesan minyak bisa merusak warna kayu asli warangka.
(STJ)
gambar : acara jamasan pusaka di kraton
Jurik_Stepp

Bagian Keris



Warangka atau sarung keris
Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar: kumpang), adalah komponen keris yang berfungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi warangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.
Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari: angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri, serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis warangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan warangka ladrang hanya tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.
Aturan pemakaian bentuk warangka ini sudah ditentukan, walau tidak mutlak. Warangka ladrang dipakai untuk upacara resmi, misalnya menghadap raja, penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan warangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) atau di belakang (pinggang belakang).
Dalam peperangan, yang digunakan adalah keris warangka gayaman. Pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena warangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.
Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk warangka. Bagian utama menurut fungsi warangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang (sepanjang wilah keris) yang disebut gandar atau antupan, maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu dengan  dipertimbangkan agar tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran.
Karena fungsi gandar untuk membungkus, sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok. Bagian pendok (lapisan selongsong) inilah yang biasanya diukir sangat indah, dibuat dari logam kuningan, suasa (campuran tembaga emas), perak, emas. Untuk luar Jawa (kalangan raja-raja Bugis, Goa, Palembang, Riau, Bali) pendoknya terbuat dari emas, disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.
Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara filosofis sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi “manunggaling kawula-Gusti”, bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tenteram, bahagia, sehat sejahtera. Manusia, selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing, juga harus tahu diri untuk bekarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya, kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.
Untuk keris Jawa, menurut bentuknya, pendok ada tiga macam, yaitu: (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya, (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat, serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah. Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).

Wilah

Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola, pinarak, jamang murub, bungkul, kebo tedan, pudak sitegal.
Pada pangkal wilahan terdapat pesi, yakni ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris (ukiran). Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.
Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (di Semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, di mana ganja sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled, bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut, dungkul, kelap lintah dan sebit rontal mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya.

Luk

Dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah, dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal (ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga dan terbanyak adalah luk tiga belas. Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.

Pamor

Pamor merupakan hiasan, motif, atau ornamen yang terdapat pada bilah keris. Hiasan ini dibentuk tidak dengan diukir, diserasah (inlay), atau dilapis, tetapi dengan teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsur logam berlainan. Teknik tempa senjata berpamor ini merupakan keahlian khas Indonesia, terutama di Jawa.
Dilihat dari caranya, dikenal dua cara pembuatan pamor yang baik, yaitu mlumah dan miring. Pamor mlumah adalah pamor yang lapisan-lapisannya mendatar, sejajar dengan permukaan bilah, sedangkan pada pamor miring lapisan pamornya tegak lurus dengan permukaan bilah. Pembuatan pamor mlumah lebih mudah daripada pamor miring. Itulah sebabnya, nilai keris berpamor miring lebih tinggi dibandingkan dengan pamor mlumah.

Arti Keris




Keris adalah sejenis senjata tikam khas yang berasal dari Nusantara. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9, bahkan kemungkinan besar telah digunakan sebelum masa tersebut.
Penggunaan keris sendiri tersebar di masyarakat rumpun Melayu. Pada masa sekarang, keris umum dikenal di daerah Indonesia (terutama di Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan serta Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (khususnya di Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meski merupakan senjata tikam juga.
Keris memiliki berbagai macam bentuk. Ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteris yang berbeda.
Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supernatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.
Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan.
Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi, serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.

Referensi:
Duljoni. 2008. “Makna Desain Keris dalam Budaya Jawa” [Online]http://njowo.multiply.com/journal/item/185/Makna_Desain_Keris_Dalam_Budaya_Jawatanggal 9 Juni 2009.
Pudjadi Soekarno. 1997. “The Javanese Keris, A Brief Description” [Online]http://www.nikhef.nl/~tonvr/keris/keris2/keris01.html, tanggal 7 Juni 2009.
Mas Kumitir. 2008. “Empu Keris” [Online]http://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/07/24/empu-keris/Tanggal 15 April 2009.
Warto. 2008. “Makna Desain Keris dalam Budaya Jawa” [Online]http://warto.files.wordpress.com/2008/03/makna-desain-pada-benda-benda-budaya-di-jawa.pdf tanggal 9 Juni 2009.
_____ . 2009. “Keris” [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/keris, tanggal 12 Juni, disarikan dari hasil Sarasehan Pameran Seni Tosan Aji, Bentara Budaya Jakarta, Budiarto Danujaya, Jakarta, 1996-2009